Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan sebuah rencana aksi global Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Republik Indonesia, mendukung percepatan pencapaian SDGs. Pemerintah Indonesia meratifikasi agenda global PBB dimaksud melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi menjalankan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 dengan cara melokalkan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan ke dalam pembangunan Desa. Upaya melokalkan SDGs ke dalam pembangunan Desa disebut SDGs Desa. SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pelaksanaan SDGs Desa dilakukan dengan berpegang teguh pada dasar kebijakan bahwa seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga Desa tanpa terkecuali. Tidak ada satu orang pun yang tertinggal dalam pelaksanaan pembangunan Desa (no one left behind). Bahkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa khususnya Pasal 127 ayat 2 huruf d, diatur bahwa penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan di Desa wajib berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal.
Peraturan Menteri Desa Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat menyebutkan bahwa pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. Peraturan Menteri Desa Nomor 21 Tahun 2020 khususnya Pasal 86 mengatur tentang upaya pencapaian tujuan SDGs Desa melalui penguatan budaya Desa adaptif yang diwujudkan antara lain melalui pengembangan Desa Inklusif.
Desa Inklusif dalam panduan ini dimaknai sebagai kondisi kehidupan di Desa yang setiap warganya bersedia secara sukarela untuk membuka ruang kehidupan dan penghidupan bagi semua warga Desa yang diatur dan diurus secara terbuka, ramah dan meniadakan hambatan untuk bisa berpartisipasi secara setara, saling menghargai serta merangkul setiap perbedaan dalam pembangunan.
Pembentukan dan pengembangan Desa Inklusif tidak hanya berupa penyediaan layanan dan peningkatan kualitas layanan dasar, tetapi juga peningkatan kesadaran dan partisipasi kelompok marginal dan rentan dalam penyelenggaraan Desa. Kelompok marginal dan rentan merupakan kelompok yang mengalami kondisi yang tidak proporsional yang diakibatkan oleh: keterbatasan akses pada layanan dasar, kesempatan ekonomi yang disebabkan oleh kemiskinan, keterpencilan, atau keterbatasan mobilitas, keterputusan layanan dan akses akibat kondisi darurat untuk menjangkau semua orang, serta tersisih karena usia, kemampuan fisik, dan identitas sosialnya. Termasuk kelompok marginal dan rentan adalah warga miskin, penyandang disabilitas, perempuan, anak, lansia, masyarakat adat, kelompok minoritas, warga tanpa identitas hukum, warga dengan masalah domisili, warga dengan stigma, korban kekerasan rumah tangga, korban bencana serta kelompok marginal dan rentan lainnya.
Fasilitasi Desa Inklusif menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan Desa yang difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan PerDesaan (Ditjen PDP) Kementerian Desa, PDT secara khusus menyusun Panduan Fasilitasi Desa Inklusif.
Maksud, tujuan, dan hasil yang diharapkan diterbitkannya panduan fasilitasi desa inklusif
Berikut kami bagikan Panduan Fasilitasi Desa Inklusif yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan ekstensi file Adobe Reader (.pdf) dan dapat Anda download secara gratis dalam web ini.